Koran dan Quran

Koran dan Quran

"Gue perhatiin tulisan sama omongan lu kebanyakan nyangkutin ke agama mulu dah".

"Emang kagak boleh ye?".

"Ya, boleh sih. tapi jadi lucu aja kedengerennya. Semua-muanya lu hubungin ama agama".

"Lucu, emangnya lenong. haha".

***

Begitu kiranya reaksi dari sebagian kita ketika ada orang yang bukan ustadz, tokoh agama, tokoh masyarakat—ataupun toko bangunan #lah— yang bicara maupun tulisannya selalu dikaitkan dengan unsur-unsur yang berbau agama.

Sehubungan dengan hal ini, pernah dan sering sekali saya mendapatkan nasihat dari guru saya tentang perbedaan tentang segala sesuatu yang dihubungkan agama dengan yang tidak (baca: mendikotomi).

Beliau menggunakan analogi seperti berikut ini: 

Kayu ketika diubah menjadi kertas, maka kertas-kertas tersebut tidak bisa memilih akan menjadi barang apa setelah diproses lebih lanjut oleh manusia. 

Beberapa rim kertas misalnya, dicetak menjadi koran. Sedangkan yang lainnya diubah menjadi Quran.

Koran "hanya" akan bermanfaat bagi manusia barang sehari saja. Setelah itu? 

Ia akan berakhir menjadi sampah. Atau sebagian manusia mengubahnya menjadi petasan bahkan bungkus kacang. 

Kemudian kita coba bandingkan kertas yang diproses menjadi Quran—kitab suci umat islam. Ia dapat memberi manfaat tidak hanya sehari, sebulan, atau setahun. Sepanjang manusia mau membaca dan men-tadabburi-nya, manfaat yang akan diberikan oleh Quran akan didapatkan selama hayat dikandung badan bahkan hingga raga masuk ke liang kuburan. 

Dari analogi tersebut, seharusnya manusia dapat berpikir perbedaan antara sesuatu (pembicaraan, perbuatan dan sebagainya)  yang dihubungkan dengan agama jika dibandingkan dengan hanya melulu membahas keduniaan semata hasil akhirnya pasti akan mempunyai nilai yang berbeda. Manusia bukanlah kertas yang tidak dapat memilih akan berproses seperti atau akan menjadi apa. Semua manusia memiliki opsi yang sama. Sekarang tinggal jalan yang mana yang akan ditempuh? Jalan yang "dirambukan" dengan agama atau jalan yang menjauh dari rambu agama? 

Wallohu 'alam. 

Komentar

Posting Komentar