#30DWC4
Syaikhbubakar dan Tamunya
Adalah seorang ulama yang terkenal, Syaikh Abu Bakar Bin Salim setiap hari menerima ratusan tamu yang datang ke rumahnya untuk menuntut ilmu atau membahas segala sesuatu tentang agama.
Syaikh Abubakar bin Salim bin Abdullah bin Abdurahman bin Abdullah bin Abdurahman Assegaf atau Syechbubakar adalah tokoh masyarakat di Hadramaut, Yaman yang hidup pada abad ke 9 Hijriah. Baliau lahir di Kota Tarim, Hadramaut, pada tahun 919 H. Syechbubakar dikenal dengan beberapa sebutan lain, yaitu Syekhbu, Syaikhbubakar, Sechbubakar, Bin Syech Abubakar, dan Bin Syaih Abubakar.
Hari-hari, dapur di rumah beliau selalu penuh dengan ratusan loyang roti gandum untuk dihidangkan kepada para tamu.
Suatu hari datanglah seorang wanita tua yang membawa sedikit gandum ditangannya, kira-kira hanya satu kepal saja. Ia bermaksud untuk datang ke rumah Syekh Abu Bakar bin Salim untuk ikut andil dalam penyediaan jamuan bagi tamu-tamu guru mulia itu.
Setelah melewati jauhnya perjalanan ia pun sampai di tempat yang ia tuju. Disana ia ditemui oleh salah seorang murid sekaligus pelayan sang guru. Usai mengucap salam terjadilah percakapan antara mereka.
"Tuan, izinkan saya bertemu Syaikhbubakar." Pinta si wanita tua seraya menggenggam erat gandum yang dibawanya.
"Mohon maaf, sekarang adalah waktunya guru kami beristirahat." jawab sang pelayan.
"Tapi Saya ingin sekali bertemu beliau".
"Lain kali saja ya, sekarang Ibu pulang saja ke rumah dan datang lagi besok".
Meskipun tetap tidak dibolehkan wanita tua ini tetap merengek dan meminta untuk bisa bertemu sang guru tercinta.
Pada akhirnya sikapnya ini membuat pelayan kesal dan spontan bercakap dengan nada tinggi.
"Memangnya apa yang engkau bawa sehingga kami harus mengganggu waktu istirahat guru kami?".
"Saya membawa gandum ini." sambil sedikit menunjukkan kepada si penanya.
"Saya ingin ikut andil dalam menjamu para tamu yang datang kesini." lanjutnya.
"Apa engkau tidak berpikir ya? Setiap hari berkarung-karung gandum kami telah olah untuk dijadikan roti sebagai jamuan. Kalau hanya sekepal gandum ini mana ada artinya? Kemudian, hanya karena hal remeh ini engkau juga berani meminta kami untuk menggangu istirahat guru kami?" celetuk kesal pelayan kepada wanita tua itu.
Ternyata obrolan ini terdengar sampai ke tempat istirahat sang syaikh. Tak lama kemudian terdengar langkah kaki yang menuruni anak tangga, ternyata itu adalah Syaikhbubakar.
Beliau terkenal sangat menghormati siapapun tamu yang datang ke kediamannya, tanpa pandang bulu. Dengan tanpa meminta penjelasan dari pelayan, sang syaikh langsung menghampiri dan berbincang kepada wanita itu.
Wanita tersebut menjelaskan maksud dan tujuan kedatangannya. Dan ternyata berbeda 180 derajat jawaban yang diberikan oleh guru jika dibandingkan dengan respon si pelayan.
Sang guru berucap, "Masyaalloh, Kami sangat senang mendapat bantuan ini. Tanpa yang sedikit ini tidak mungkin ada yang banyak disana. Saya tidak dapat membayangkan berapa banyak pahala yang akan Alloh Swt berikan kepada Anda."
Mendengar ucapan yang menenangkan tadi, hati tamu yang datang dari jauh ini merasa sangat gembira.
Lalu sang Syaikh melanjutkan, "Ini baru pahala dari gandum yang kau berikan, belum lagi perjalanan yang telah kau tempuh untuk sampai kesini. Maka, izinkan kami untuk sedikit menjamu tamu kami."
Sang Guru meminta kepada pelayan untuk mengambilkan sekarung gandum, pakaian dan seekor kambing untuk dibawa pulang olehnya.
Beberapa lama kemudian, si tamu pamit untuk pulang. Setelah kepulangan tamunya, syaikh menemui sang murid dan memberinya nasihat.
"Ketahuilah, kita disini sebagai pelayan umat. Bukan untuk dielu-elukan dan bersantai-santai semata. Kali lain, Bersikaplah lebih baik kepada para tamu."
Syaikh sangat paham maksud dari sang murid yang tidak mau mengganggu waktu istirahat gurunya akan tetapi, cara bertutur yang menyakiti hati mu'min inilah yang menjadi poin penting dan pelajaran untuknya.
"Baik syekh, Saya minta maaf." kata si murid sambil menundukkan kepalanya karena merasa bersalah.
***
Begitulah kiranya, kisah yang dibawakan oleh Habib Ahmad ketika mengisi ta'lim di pondok pesantrennya. Kajian malam itu berbicara tentang menjaga perasaan orang lain seperti tidak dibolehkannya kita menakut-nakuti orang lain, berkata tidak sopan hingga mengagetkannya meski hanya sekadar berseloroh. Dalam ceramah tersebut beliau juga menyelipkan sebuah kalimat yang sangat bijak.
"Meruntuhkan Ka'bah masih lebih ringan disisi Alloh Swt, daripada dosa kita menyakiti hati seorang mu'min"
Semoga Alloh selalu menjaga lisan dan perbuatan kita dari menyakiti perasaan saudara-saudara kita.
Aamiin
*Kisah ini dirangkum dan disesuaikan seperlunya dari ceramah Habib Ahmad dalam majelis malam Rabu di Ma'had Al fachriyah 16 Februari 2016.
![]() |
Ma'had Al fachriyah |
Muhammad Wildan Basri
Komentar
Posting Komentar